Selasa, 14 Maret 2017

Workshop Pendidikan Kimia

Sistim Penilaian Otentik Tentang Kemajuan Belajar Kimia Siswa di SMP Dan SMA

Terjadinya perubahan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 mengubah penggunaan istilah penilaian. Istilah penilaian berbasis kelas (PBK) seperti yang dinyatakan oleh BNSP (2006) tidak lagi digunakan dalam kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013, ada tiga fokus pengembangan kurikulum, yaitu  standar kompetensi lulusan, standar proses dan standar penilaian.
Permendikbud No.66 tahun 2013 mendeskripsikan adanya empat elemen perubahan dalam standar penilaian pendidikan, yaitu:  1) Penilaian berbasis kompetensi; 2) Pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja) menuju penilaian otentik (mengukur kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil); 3) Penilaian tidak hanya pada level KD (kompetensi dasar), tetapi juga kompetensi inti dan SKL (standar kompetensi lulusan); 4) Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian dan penilaian mandiri oleh siswa.
Bila dicermati empat elemen perubahan dalam standar penilaian pendidikan pada kurikulum 2013 di atas tetap memiliki esensi yang sama dalam hal makna, tujuan dan fungsi sebagaimana yang dijelaskan dalam kurikulum 2006.
Berikut ini paparan yang disarikan dari Balitbang Depdiknas (2006) mengenai penilaian berbasis kelas atau penilaian kelas yang dianjurkan untuk diterapkan baik di tingkat pendidikan dasar maupun menengah :
1)      Dalam penilaian berbasis kelas, pengumpulan data sebagai informasi kemajuan belajar  baik formal maupun informal harus selalu dilaksanakan dalam suasana yang  menyenangkan. Hal ini memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya.
2)      Hasil belajar yang dicapai oleh siswa tidak untuk dibandingkan dengan hasil  belajar siswa lain ataupun prestasi kelompok, tetapi dengan prestasi atau kemampuan yang dimiliki sebelumnya; atau       dengan kompetensi yang dipersyaratkan. Dengan  demikian  siswa  tidak  terdiskriminasi  dalam klasifikasi lulus atau tidak lulus, pintar atau bodoh, bisa masuk ranking berapa, dan  sebagainya, tetapi lebih diarahkan pada fungsi motivasi, dan bantuan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang dipersyaratkan.
3)      Pengumpulan  informasi  harus  dilakukan dengan menggunakan berbagai cara penilaian, dilakukan secara berkesinambungan sehingga gambaran kemampuan siswa dapat lebih lengkap terdeteksi, dan terpotret secara akurat.
4)      Dalam  pelaksanaannya  siswa  tidak  sekedar  dilatih  memilih  jawaban  yang tersedia,  tetapi lebih dituntut untuk dapat mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk  mengerahkan potensinya dalam  menanggapi  dan  memecahkan  masalah yang  dihadapi  dengan  caranya  sendiri  dan  sesuai  dengan  pengetahuan  dan kemampuan yang dimiliki.
5)      Proses pengumpulan informasi secara terencana,  bertahap, dan  berkesinambungan,  agar dapat ditentukan ada tidaknya kemajuan belajar  yang dicapai siswa dan perlu tidaknya siswa diberikan bantuan. Dengan demikian  siswa diberi kesempatan  memperbaiki prestasi belajarnya, dengan pemberian bantuan dan bimbingan yang sesuai.
6)      Penilaian dilaksanakan  ketika  proses belajar mengajar (PBM)  sedang  berlangsung  (penilaian  proses) dan setelah PBM.  Hasil kerja atau karya siswa dikumpulkan dalam portofolio. Karya tersebut  dapat juga bersumber dari PBM atau berasal dari berbagai kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan sekolah, kegiatan OSIS, kegiatan lomba antar sekolah, bahkan  kegiatan  hobi  pribadi.  Dengan  demikian,  penilaian  kelas  mengurangi dikhotomi antara PBM dan kegiatan penilaian serta antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
7)      Kriteria penilaian karya siswa dapat dibahas, dikompromikan antara guru dengan para   siswa   sebelum   karya   itu   mulai   dikerjakan. Dengan   demikian   siswa mengetahui   kriteria  yang  akan  digunakan  dalam penilaian,  agar  berusaha mencapai harapan (expectations) (standar yang dituntut) guru, dan mendorong siswa  untuk  mengarahkan  karya-karyanya  sesuai  dengan  kriteria  yang  telah disepakati.
Namun rincian target dan teknik penilaiannya tidak spesifik dan operasional sebagaimana yng dinyatakan dalam Permendikbud No.66 tahun 2013, yaitu target penilaian proses dan hasil belajar mencakup kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan dengan mengacu pada SKL, KI dan KD yang dideskripsikan dalam setiap jenjang pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Oleh karena itu jenis penilaian yang digunakan adalah penilaian otentik.
Meskipun demikian, munculnya istilah penilaian otentik  bukanlah hal yang baru.  Pada awalnya istilah tersebut diperkenalkan oleh Wiggins tahun 1990 sebagai bentuk ketidak puasan terhadap bentuk tes yang dinamakan “paper and pencil test”, yaitu bentuk penilaian yang sangat umum digunakan di sekolah ..  mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan ganda, kuis jawaban singkat., karena penilaian seperti itu tidak akan menunjukkan kemampuan sebenarnya dari siswa,  Jadi dikatakan otentik dalam arti penilaian kemampuan siswa yang sesungguhnya dan realistis berdasarkan unjuk kerja/demonstrasi langsung langsung tentang penerapan pengetahuan dan keterampilannya.
Menurut Jon Mueller (2006), penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna.  Oleh karena itu penilaian otentik lebih sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis kinerja (performance based assessment) atau penilaian kinerja (performance assessment). Hal itu diperkuat oleh Stiggins (1994) (2006) bahwa penilaian otentik sinonim dengan penilaian kinerja (performance assessment).
Namun Meyer (1992) dan Marzano (1993) membedakan penggunaan kedua istilah tersebut, karena penilaian otentik harus dilakukan pada situasi yang nyata (pada proses belajar), sedangkan penilaian kinerja bisa saja dilakukan pada konteks yang diciptakan sengaja untuk mengukur keterampilan tersebut (misalnya : setelah proses belajar).
Penilaian otentik sering juga disebut sebagai alternative assessment digunakan karena merupakan alternatif dari penilaian yang biasa digunakan (traditional assessment). Beberapa ahli menyebutnya sebagai direct assessment, karena penilaian otentik menyediakan lebih banyak bukti langsung dari penerapan keterampilan dan pengetahuan. Ini berbeda dengan  seorang siswa dapat mengerjakan dengan baik tes pilihan ganda, maka secara tidak langsung (indirectly), siswa tersebut dapat menerapkan pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam konteks dunia yang sesungguhnya.
Penilaian otentik dapat menilai target-target belajar berikut
1)      Penalaran: Target penalaran dan keterampilan memecahkan masalah dapat dinilai dengan penilaian kinerja  melalui pemberian masalah yang kompleks yang harus dipecahkan siswa. Siswa harus terlibat dalam berfikir dan proses penalaran yang melibatkan beberapa langkah.
2)      Keterampilan: Kekuatan penilaian kinerja adalah kemampuannya untuk menilai siswa dalam mempertunjukkan keterampilan-keterampilan tertentu: Aktivitas yang ditampilkan siswa dapat dijadikan target asesmen seperti keterampilan berkomunikasi ataupun keterampilan manual siswa
3)      Produk: Kekuatan lain dari penilaian kinerja adalah untuk menilai pencapaian daya cipta siswa yang berhubungan dengan produk. Kualitas produk menunjukkan hasil kinerja siswa berdasarkan standar tertentu. Produk dapat berupa paper, laporan penelitian, bentuk kerajinan dan produk-produk dari suatu keterampilan.
4)      Afektif : Aspek afektif seperti sikap, nilai, minat, motivasi, pilihan, dan konsep diri didasarkan pada tindakan siswa atau apa yang kita lihat pada produk yang diciptakan siswa, maka dari itu penilaian kinerja dapat digunakan pula untuk menilai aspek-aspek afektif.
Dalam menggunakan penilaian kinerja terdapat asumsi pokok yang harus diyakini guru, yaitu: 1) Partisipasi aktif siswa; 2) Tugas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran; 3) Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran; 4) siswa turut berupaya dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Penilaian otentik yang dimaksud dalam kurikulum 2013 meliputi kombinasi  berbagai jenis penilaian, yaitu:  penilaian sikap dan kinerja/keterampilan siswa melalui pengamatan (menggunakan lembar pengamatan), penilaian sikap melalui penilaian diri dan penilaian antar teman,penilaian melalui tugas-tugas (task) yang diberikan pada proses dan setelah pembelajaran, tes tertulis dan lisan serta penilaian portofolio.
Dengan demikian, berbagai jenis penilaian yang diuraikan di atas, dalam penilaian proses dan hasil belajar dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Tujuan penggunaan berbagai jenis penilain tersebut tak lain adalah agar mendapatkan gambaran yang faktual mengenai kompetensi siswa, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber data yang akurat dan valid dalam pengambilan keputusan pendidikan.
Permasalahan : pada penjelasan diatas yang mana menjelaskan penilaian otentik dapat menilai target-target belajar seperti penalaran, keterampilan, produk dan afektif. Bagamana jika dari 4 target penilaian tersebut salah satunya tidak terlaksana dengan baik oleh siswa?

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi siswa harus memiliki target- target belajar seperti penalaran, keterampilan, produk dan afektif

      Hapus
  2. Saya juga sependapat dengn sdri yulia dimana dalam penilaian otentik semua aspek merupakan komponen dalam penilaian otentik, nah jika salah satu komponen tsb tidak dilakukan maka akan mempngaruhi aspek yg lainnya,karena kompnen yg sdru sebutkan mwrupakan runut kesatuan dalam penilaian otentik.
    Dsini saya mau kmbali bertnya apakah penilaian otentik ini sdh memnerikan progres positif ketika diterapkan d sekolah dg sstem k13

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut saya sudah, karena di k'13 siswa harus memiliki target-target belajar seperti penalaran, keterampilan, produk dan afektif

      Hapus