KESULITAN BELAJAR
KIMIA PADA SISWA SMP DAN SMA
Pengertian Ilmu Kimia
Ilmu kimia adalah ilmu yang
berkenaan dengan karakterisasi, komposisi dan transformasi materi (Mortimer,
1979). Definisi yang serupa dituliskan dalam Cambridge Anvanced Learner
Dictionary: 1) Chemistry is (the part of science which studies) the basic
characteristics of substances and the different ways in which they react or
combine with other substances, 2)Chemistry is the scientific study of
substances, what they are made of, how they act under different conditions, and
how they form other substances.
Ilmu kimia merupakan ilmu yang
mempelajari sifat dan komposisi materi (yang tersusun oleh senyawa-senyawa)
serta perubahannya, bagaimana senyawa-senyawa itu bereaksi/ ber¬kombinasi
membentuk senyawa lain. Makanan, minuman, udara, pakaian, kendaraan, tubuh
kita, benda-benda langit yang jauh dari kita tersusun oleh senyawa kimia. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari
kimia, karena hampir setiap perubahan materi melibatkan proses kimia, proses
pencernaan makanan, pembusukan sampah, penuaan kulit, perkaratan besi,
pembakaran bensin, kebakaran hutan, pelapukan batuan, pembentukan bintang,
pembuatan plastik, pembuatan sabun dan pembuatan obat adalah contoh-contoh
proses kimia.
Ilmu kimia bersama-sama ilmu-ilmu
yang lain telah memberikan banyak manfaat kepada manusia, baik dalam bidang
kesehatan, teknik, pertanian, pangan dan kosmetika. Ilmu kimia telah berkembang
pesat seiring dengan kemajuan teknologi. Kemajuan dalam bidang instrumentasi
kimia sangat membantu ahli kimia dalam melakukan identifikasi senyawa dan
melakukan pengukuran kadar senyawa. Kemajuan dalam bidang teknik dan fisika
sangat membantu terlaksananya proses-proses kimia yang memerlukan kondisi yang
sangat khusus untuk berlangsungnya reaksi kimia.
Ilmu kimia mencakup ilmu
pengetahuan yang sangat luas, diantaranya pengetahuan tentang unsur penyusun
suatu materi, sturktur atom, susunan atom dalam suatu senyawa, jenis ikatan
antar atom dalam suatu materi, sifat-sifat suatu senyawa, mekanisme yang
terjadi bila suatu senyawa diubah menjadi senyawa lain, reaksi antara suatu
senyawa dengan senyawa lain, katalis dan kecepatan reaksi, radiokimia dan topik
lainnya.
Kimia modern ada yang berkembang
pada pemenuhan akan barang yang memiliki karakteristik tertentu. Untuk itu
telah ditemukan banyak cara untuk memproduksi barang baru. Sebagai contoh
minyak mentah diubah menjadi berbagai produk seperti nylon, aspirin, cat,
perekat; pasir menjadi gelas; gas nitrogen (di udara) menjadi pupuk urea;
minyak cengkeh menjadi vanilin. Polycarbonate, plastik transparan yang sangat
tahan terhadap sinar matahari merupakan produk derivat asam karbonat yang
disubstitusikan pada asam adipat atau asam phthalat. Teflon), plastik yang
sangat tahan terhadap reaksi kimia dan panas merupakan polimer
tetrafluoroethylene. Tetrafluoroethylene dalam sehari-hari dikenal dengan nama
freon. Di samping produk-produk yang bermanfaat, kimia juga menimbulkan
berbagai masalah lingkungan, seperti munculnya pencemaran udara, air dan tanah.
Dalam bidang pangan juga terjadi pemakaian bahan kimia yang sebenarnya
dilarang, seperti pemakaian warna tekstil untuk makanan, pemakaian monosodium
glutamat secara berlebihan, pemakaian formalin untuk mengawetkan ikan/makanan.
Pada tingkat sekolah menengah,
fungsi dan tujuan pem¬belajaran ilmu kimia(menurut kurikulum 2004) adalah mata
pelajaran Kimia di SMA & MA berfungsi dan bertujuan sebagai berikut:
1.
Menyadari keteraturan dan keindahan alam untuk
meng¬agungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Memupuk sikap ilmiah yang mencakup:
·
sikap jujur dan obyektif terhadap data;
·
sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat
orang lain serta mau mengubah pandangannya, jika ada bukti bahwa pandangannya
tidak benar;
·
ulet dan tidak cepat putus asa;
·
kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak
mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris; dan dapat bekerjasama
dengan orang lain.
3.
Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode
ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian
hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen,
pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil
eksperimen secara lisan dan tertulis.
4.
Meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains yang
dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan
serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi
kesejahteraan masyarakat.
5.
Memahami konsep-konsep kimia dan saling
keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan teknologi.
6.
Membentuk sikap yang positif terhadap kimia, yaitu
merasa tertarik untuk mempelajari kimia lebih lanjut karena merasakan keindahan
dalam keteraturan perilaku alam serta kemampuan kimia dalam menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan penerapannya dalam teknologi.
Pembelajaran kimia di SMA/MA di
samping mengembang¬kan sikap ilmiah juga ada pesan moral dalam mensikapi alam
dan keagungan penciptaNya. Untuk mewujudkan pesan moral perlu pembekalan kepada
guru agar dapat membimbing siswa yang
mempelajari kimia semakin menyadari keagungan penciptaNya.
Dalam mempelajari kimia, siswa
dihadapkan pada tiga dunia, yaitu dunia nyata (makroskopik), dunia atom (mikroskopik),
dan dunia lambang. Dunia nyata adalah sesuatu yang dapat diamati menggunakan
pancaindera. Setiap benda tersusun atas jutaan partikel yang sangat kecil yang
disebut atom. Itulah yang disebut dunia atom. Dunia atom sangat kecil sehingga
kita tidak dapat mengunakan pancaindera untuk mengamatinya. Namun, justru
melalui dunia atom inilah dapat dijelaskan misteri di balik fakta-fakta
kehidupan. Bagaimana dengan dunia lambang? Oleh karena atom tidak dapat diamati
menggunakan pancaindera, para ahli Kimia menjelaskannya dengan menggunakan
lambang berupa angka, model, dan huruf.
Masalah yang menarik untuk
diperhatian tentang ilmu kimia adalah meskipun ilmu kimia banyak memberikan
manfaat dalam kehidupan manusia, tetapi banyak fakta menunjukkan bahwa ilmu kimia
dipandang ilmu yang sulit, tidak menarik untuk dipelajari.
Permasalahan Pembelajaran Kimia
Pembelajaran kimia mencakup
persoalan yang sangat luas, mulai dari kebijakan pemerintah, kompetensi guru,
teknisi laboratorium, laboran, proses belajar mengajar, siswa, infrastuktur dan
keterlibatan orang tua. Jika mempelajari kimia dianggap sulit, maka
permasalahan ini kemungkinan besar terkait dengan komponen-komponen tersebut.
Selain komponen-komponen ini, kesulitan belajar juga dapat muncul dari
karakteristik materi pelajaran kimia itu sendiri yang sebagian besar konsepnya
bersifat abstrak.
Pemerintah telah menetapkan
Standar Nasional Pendidikan seperti tertuang dalam PP. No 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang mencakup standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar
penilaian pendidikan yang ditujukan untuk penjaminan mutu pendidikan.
Pemerintah juga telah
menggariskan agar proses belajar mengajar terjadi dalam situasi pembelajaran
yang berpusat pada siswa. Pemerintah sudah melakukan training-training untuk
meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar, namun setelah selesai mengikuti
pelatihan tidak banyak berubah dengan berbagai alasan diantaranya fasilitas
tidak mendukung, tidak cukup waktu , kurang menguasai IT (Information
Technology). Ilmu kimia dikembangkan lewat eksperimen-ekperimen di
laboratorium, dengan demikian laboratorium memiliki peran yang sangat penting, namun demikian tidak semua sekolah
memiliki fasilitas laboratorium yang memadai. Sekolah yang memiliki
laboratorium penggunaannya masih kurang optimal. Ketersediaan tenaga teknisi
laboratorium dan laboran masih sangat kurang bahkan sampai level perguruan
tinggi keadaannya tidak banyak berbeda.
Usaha-usaha perbaikan
pembelajaran sudah banyak dilaku¬kan dengan berbagai cara, peningkatan
kompetensi guru melalui training-training, perbaikan fasilitas perpustakaan,
pemanfaatan IT untuk pembelajaran, pembuatan software media interaktif,
penulisan modul dan buku ajar, olimpiade kimia untuk mendorong siswa Sekolah
menengah untuk belajar kimia lebih baik,
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) untuk peningkatan
profesionalisme guru, mailing list untuk saling bertukar pengalaman dalam
pembelajaran kimia, namun hasilnya belum meng¬gembirakan.
Konsep Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar siswa) mencakup
pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning
disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning disabilities
(www.widatra.or.id/index.php 6 Agustus 2008). Secara rinci
pengertian-pengertian tersebut akan dibahas sebagai berikut:
Learning Disorder atau kekacauan
belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena
timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan
belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu
atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil
belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh :
siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut
gerakan lemah-gemulai. Siswa yang terbiasa mengerja¬kan segala sesuatu dengan
tergesa-gesa akan sedikit mengalami kesulitan pada saat harus bekerja secara
ekstra hati-hati di laboratorium.
Learning Disfunction merupakan
gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi
atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka
dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik. Siswa yang sebenarnya
memiliki bakat numerik tinggi tetapi mengalami kesulitan pada saat mempelajari
konsep mol yang di dalamnya menuntut kemampuan operasi matematik karena bakat
numeriknya kurang sering diaplikasikan pada bidang-bidang lain.
Under Achiever mengacu kepada
siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di
atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang
telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat
unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajar¬nya biasa-biasa saja atau malah
sangat rendah. Siswa yang di tes kemampuan penalaran formalnya dan hasilnya
menunjukkan bahwa siswa tersebut sudah berada pada level operasional formal,
namun mengalami kesulitan pada saat mempelajari konsep-konsep yang bersifat
abstrak.
Slow Learner atau lambat belajar
adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama. Prinsip pembelajaram berbasis kompetensi menyadari
adanya slow learner, sehingga siswa yang belum mencapai standar kompetensi
minimal (SKM) diwajibkan mengikuti remidi.
Learning Disabilities atau
ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar
atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya. Kondisi ini muncul karena adanya mental retardation, hearing
deficiencies, speech and language impairments, visual impairments, emotional
disturbances, orthopedic impairments, a variety of medical conditions.
Sementara itu, Burton (dalam Abin
Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai
tujuan-tujuan belajar. Siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila: (1) Dalam
batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu
yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference); (2) Tidak dapat
mengerja¬kan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasar¬kan ukuran
tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam under achiever; (3) Tidak berhasil tingkat penguasaan
materi yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran
berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang
(immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater).
Untuk dapat menetapkan gejala
kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka
diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini
dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan
belajar. Terdapat empat ukuran yang dapat menentukan kegagalan atau kemajuan
belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3)
tingkat pen¬capaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4)
kepribadian.
Tujuan pendidikan dalam
keseluruhan sistem pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang
penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap
kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan
pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat
dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu
mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar.
Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran,
maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan
operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai ukuran
tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi
normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai
sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan
konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian
acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah
menguasai standar ketuntasan minimal yang telah ditentukan sebelumnya atau
sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika
penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan
mengalami kegagalan dalam belajar.
Kedudukan siswa dalam
Kelompok akan menjadi ukuran dalam
pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar,
apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara
keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang
mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih
jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan
norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat
kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi
kelompok secara keseluruhan. Secara statistik, mereka yang diperkirakan
mengalami kesulitan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok,
yang biasa disebut dengan lower group.
Perbandingan antara potensi dan
prestasi. Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari
tingkat potensi¬nya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang
berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang
tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung
untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara
potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai
sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan
mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti
pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120,
termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil
belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat
kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh
di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut
dengan istilah under achiever.
Fakta-fakta yang mengindikasikan adanya
kesulitan belajar kimia
Untuk memberikan gambaran tentang
kesulitan belajar kimia, beberapa informasi telah dikumpulkan dari mailing list
para penggemar kimia, penelitian-penelitian (mahasiswa S1, S2 dan S3) dan informasi lain yang yang mengindikasikan
adanya kesulitan belajar. Informasi yang ditemukan ada yang berupa data-data
kuantitatif, seperti prosentase siswa yang berhasil mengerjakan tes, nilai
rata-rata ujian, atau dapat berupa data kualitatif dari hasil angket dan
wawancara dengan siswa yang berupa bentuk-bentuk kesulitan belajar.
Kelompok Studi Pendidikan
Berkualitas (KSPB), LAPI-ITB (http://groups. yahoo. com/ group/ sains/files
Rabu 9 Jan 2007) menyampaikan makalahnya dalam diskusi di Depdiknas tentang
pendidikan sains dan matematika. Makalah tersebut merupakan salah satu hasil riset mereka
tentang prestasi siswa Indonesia dari wilayah Sumatera dan Jawa Barat selama
kurang lebih sembilan tahunan dilihat dari hasil ujian SPMB/UMPTN.
Untuk mengukur prestasi, mereka
menggunakan apa yang disebut dengan Indeks Fasilitas (IF) yang merupakan
per¬bandingan jumlah peserta SPMB/UMPTN kelompok IPA yang menjawab soal ujian
dengan benar dibandingkan dengan jumlah seluruh peserta. Dengan demikian bila
didapati nilai IF yang besar maka berarti banyak peserta menjawab dengan benar
soal ujian tersebut, dan bila nilai IF kecil adalah kebalikannya.
Hasil Indeks Fasilitas dari calon
mahasiswa di Sumatera dan Jawa Barat tersebut selama rentang sembilan tahunan
(1997-2006) disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Indeks Fasilitas SPMB/UMPTN IPA
|
Mata Pelajaran
|
Indeks Fasilitas
|
|
Biologi
|
27,5%
|
|
Fisika
|
14,6%
|
|
Kimia
|
28,4%
|
|
Matematika
|
16,3%
|
Hal ini menunjukkan bahwa
soal-soal MIPA sangat sulit bagi calon mahasiswa kita (tidak ada yang diatas
batas layak sekitar 70% lebih; kalau dianggap nilai 7 dari skala 0-10 adalah
“layak”); pelajaran fisika termasuk yang paling sulit dan yang paling baik
adalah pelajaran kimia, walaupun masih jauh di bawah angka yang diharapkan.
Pelajaran Biologi yang dianggap lebih mudah dan banyak hapalan tidak
mencerminkan hasil yang bagus juga.
Dari data tersebut memang bisa
disimpulkan bahwa prestasi pencapaian lulusan SMA dalam sains memang masih
rendah; hal ini juga bisa diekstrapolasi yang bisa menunjukkan kualitas guru
dalam hal pemahaman dan pengajaran sainsnya masih belum bagus berhubung siswa
adalah produk pengajaran mereka. Bila dirujuk bahwa MIPA merupakan dasar
berkembangnya produktivitas, inovasi maupun ‘competitiveness’ suatu bangsa,
maka ini juga mengindikasikan negara kita masih lemah dalam menghasilkan
sumberdaya manusia yang cerdas dan kompetitif.
Urip Prakoso (http://www.groups_yahoo.com/group/pengajaran_kimia_sma/files
,Jun 20,2006) seorang yang aktif dalam mailing list kimia, menyatakan bahwa
kebanyakan siswa SMA/MA mengatakan bahwa matapelajaran kimia termasuk
matapelajaran yang dianggap sulit. Kesulitan yang dialami siswa adalah:
1.
Dirasa sulit memnghubungkan antar konsep.
2.
Diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan kemampuan
logika matematika dan bahasa (tidak semua siswa punya 3 kemampuan sekaligus).
3.
Perlu daya juang yang tinggi dalam memahami dan
menyelesaikan setiap soal.
4.
Pemahaman antara teori dan praktik sering tidak
nyambung.
Dalam mailing list Yahoo group
(yang anggotnya terdiri dari guru, dosen, dosen yang sedang menempuh S3 baik di
dalam maupun di manca negara, para produsen alat-alat laboratorium), salah satu
kelompoknya menyatakan bahwa tidak semua siswa mempelajari kimia dalam kondisi
yang baik. Dari pengalaman kelompok itu, dalam satu kelas hanya ada sekitar 20%
siswa yang memiliki dasar logika dan matematika yang memadai, sehingga setiap
kali mengajar kimia harus didahului
mengajar matematika, akibatnya target pembelajaran kimia tidak terpenuhi.
Masalah seperti ini ditemukan
juga di tempat lain, yaitu siswa kemampuan matematikanya rendah
cenderung tidak tertarik untuk mempelajari kimia. Masalah lain juga
ditemui di pelosok-pelosok daerah kebanyakan siswa kurang memenuhi prasyarat
belajar kimia seperti matematika, logika dan bahasa. Memang kimia tidak melulu
matematika, tetapi juga berisi konsep lain yang tidak selalu berbau matematik.
Untuk menghadapi siswa yang berkemampuan mate¬matika rendah, maka guru akan
sulit ketika mengajarkan konsep pH, hasil kali kelarutan, kimia inti, konsep
mol, kecepatan reaksi dan yang lainnya. Sering dijumpai pula pengajaran kimia
lebih banyak muatan matematisnya, sehingga siswa yang lemah dalam matematik
menjadi semakin kurang tertarik dengan kimia.
Permasalahan : bagaiman anda sebagai
calon guru untuk mengatasi siswa yang kesulitan dalam belajar kimia? Berikan solusi
agar siswa anda menyukai pembelajaran kimia!




